22/07/2018

Renungan Dibalik Suatu Rahasia, Motivasi Kisah Nelayan

Renungan Dibalik Suatu Rahasia, Motivasi Kisah Nelayan
Sore itu ketika matahari mulai terbenam, aku bersama nelayan Tua asli dari Banyuwangi  ( Muncar ) asyik ngobrol dibale panjang depan rumahnya menghadap pantai di Pulau Derawan. Kesederhanaan hidupnya tercermin dalam rutinitas sebagai nelayan yang nampak selalu tegar dan murah senyum dalam lingkungan keluarga kecilnya. Dalam obrolan perkenalan ini ada hal yang membuatku tergelitik untuk mengetahui lebih dalam tentang prinsip hidup nelayan tua ini.
Ketika aku melontarkan pertanyaan apa yang bisa membuat Pak Tua ini begitu tega, murah senyum dan nampak bersemangat yang menyirarkan kebahagiaan dan kenyamanan dalam hidupnya.

Pak Tua, apa sebenarnya yang membuat Bapak banget semangat dan terkesan santai ( tidak ngoyo ) menjalani hidup ini, "Aku berseloroh".

Mas, urip kui ngur "sawang sinawang" sergah Pak Tua itu.
Donyo brono dudu ukuran seng biso ndadekno menungso urip bungah utowo seneng, Bapak Tua itu menambahkan.

Urip kui biso digawe gampang ugo biso digawe susah. Intine "Gampang e wong urip kui, urip e wong gampang, Angel e wong urip kui, Urip e wong angel".

Intine susah lan seneng kuwi ono njerone awake dhewe, dudu onok njabaneawak dadine nek jarene pimulang Agomo, Surgo lan Neroko iku yo neng njerone awake dewe seng wes dirasakno saiki dudu mengko lek wes tumekaning pati.

Sebelum Pak Tua melanjutkan pembicaraannya, aku menyela "Loh, bukanya di dalam Kitab suci dikatakan bahwa Surga dan Neraka bisa ditemui di alam akherat nanti Pak?"

Pak Tua menimpali, "Lho, iku lak jarene tulisan no kitab Suci, opo sampeyan percoyo karo tulisan?"
Perkataan Pak Tua ini membuatku semakin tertarik untuk melanjutkan diskusi sambil cangkruk di bale panjang sambil ditemani suguhan wedang kopi. Dengan semangat akupun melamjutkan pertanyaan seperti di bawah ini

Santri gundul : Mengapa orang mesti beragama?
Nelayan Tua : Siapa yang mengatakan mesti beragama?

Santri Gundul : Sehak kecil alu dinasehati ntuk menjadi orang yang taat beragma, karena hanya dengan demikian orang akan masuk surga. Lebih khusus lagi, aku juga diajari bahwa hanya yang memeluk Islam yang bakal masuk surga.
Nelayan Tua : He he he dan engkaupu percaya?
Santri gundul : Mau tidak mau, karena hanya dengan begitu aku bisa masuk surga. Siapa yang tidak ingin masuk surga?

Nelayan Tua : Lantas apa yang engkau maksud dengan Surga?
Santri Gundul : Menurut berita yang kuterima, itu adalah sebuah tempat yang teramat indah, yang di dialamnya ada kebun yang indah, sungai mengalir di bawahnya dan yang paling menarik ada bidadari-bidadari yang teramat cantik.

Nelayan Tua : Oooo... jadi engkau berjuang menjadi pemeluk agama yang taat agar bisa menikmati semua itu?
Santri Gundul : Ya kurang lebih begitu..

Nelayan Tua : Bagaimana jika semua itu tak ada? Apakah engkau akan taat beragama?
Santri Gundul : Aku belum memikirkannya

Nelayan Tua : Ternyata.. engkau itu pribadi yang tak ikhlas, engkau berbuat sesuatu karena ada maunya ada pamrih.
Santri Gundul : Bukan begitu, aku hanya mengikuti apa yang diajarkan kepadaku.

Nelayan Tua : He he he, kini engkau berkilah. Tapo baiklah, apakah yang mengajarkanmu demikian, pernah melihat surga? Apakah mereka tahu pasti bahwa surga dan neraka itu ada?
Santri Gundul : Aku tak yakin, yang kutahu mereka mengatakan surga itu ada karena itulah yang dikatakan Kitab Suci.

Nelayan Tua : Oh... jadi diapun belum melihat sendiri.?
Santri Gundul : Lalu apa salahnya? Bukankah yang dikatakan Kitab Suci itu pasti benar?

Nelayan Tua : Yang bilang salah siapa? Aku hanya ingin tanya, apakah pemahamanmu dan pemahaman orang-orang yang mengajarimu tentang yang dikatakan di dalam Kitab Suci itu pasti benar?
Santri Gundul : Kalau boleh jujur, kemungkinannya bisa benar bisa salah,.

Nelayan Tua : Lalu, apa yang bisa menjadi tolak ukur bahwa pemahaman itu benar atau salah?
Santri Gundul : Bukankah pemahaman terhadap Kitab Suci itu sudah pasti baku? Bukankah semua ulama memahami bahwa memang surga itu seperti yang dikatakan di dalam Kitab suci dan bahwa itu hanya di peruntukan hanya untuk orang islam?

Nelayan Tua : Itulah masalahnya, kamu menganggap sesuatu yang cuma merupaka pemahaman, persepsi, hasil olah pikir sebagai sebuah kebenaran yang mutlak dan baku.

Santri Gundul : Lalu bagaimana semestinya?
Nelayan Tua : Mari kita bicara tentang sebuah samudra. Menurutmu, bagaimana caranya agar kita bisa tahu tentang samudra itu? Apakah kita sudah punya alat untuk untuk mengetahuinya?
Santri Gundul : Dengan mataku, aku bisa melihat permukaan samudra yang biru. Kadang aku bisa melihat kapal berlayar di permukaan samudra itu.

Nelayan Tua : Baik. Lalu, apa yang ada di balik permukaan samudra itu? Ada apa di kedalamannya?
Santri Gundul : Aku hanya bisa menduga-duga dengan pikiranku. Mungkin di dalamnya banyak ikan. Mungkin juga ada terumbu karang atau barangkali ada kapal selam.

Nelayan Tua : Apakah pasti demikian yang ada di dalam samudra?
Santri Gundul : Ya belum tentu...

Nelayan Tua : Satu-satunyacara untuk mengetahui apa yang sesungguhnya ada di dalam samudra itu kau harus menyelam, kamu harus masuk ke kedalaman.
Santri Gundul : Tentu saja

Nelayan Tua : Lalu bagaimana caranya agar kau bisa tahu hakikat surga.?
Santri Gundul : Pertama, aku sekedar mempercayai apa yang di katakan oleh orang yang menurutku pintar. Kedua, aku gunakan akalku untuk menduga-duga seperti apa surga itu. Tapi jelas, aku memang tak akan tahu banyak tentang surga jika begitu. Yang paling mungkin membuat aku tahu kebenaran surga, ya aku harus masuk dulu ke situ, aku harus menyaksikan langsung.

Nelayan Tua : Lalu apa yang menghalangimu untuk melakukannya?
Santri Gundul : Bukankah it tak perlu? Bukankah suda ada kitab suci? Bukankah sudah ada ulama yang membimbing kita?

Nelayan Tua : Kalau kau tak lakukan, kau tak akan pernah tahu kebenaran sesungguhnya. Kau hanya akan terus dalam praduga pransangka. Bahkan sejatinya, kau juga tak akan tahu apakah selama ini kau yakini, ang kau terima sebagai ajaran dari sekian banyak orang yang kau anggap pandai itu benar atau salah?

Santri Gundul : Kamu benar, tapi mungkinkah?
Nelayan Tua : Di dalam dirimu, sesungguhnya ada pintu gerbang untuk mengetahui hakikat kebenaran yang selama ini tersembunyi.

Santri Gundul : Aku tak pernah mendengar hal itu?
Nelayan Tua : Ha ha ha ...

Santri Gundul : Mengapa tertawa?
Nelayan Tua : Kau naif sekali. Kau yakin sekali sebagai pemilik tunggal surga, tapi hal sepele begitupun kau tak tahu.

Santri Gundul : Ajari aku, aku sadar bahwa aku memang naif.
Nelayan Tua : Untu bisa menemukan gerbang itu. kau harus melakukan banyak hal. Kau harus singkirkan kedengkian, amarahm keserakahan dan berbagai keburukan lainnya dari dalam hatimu.
Lalu kau sering-seringlah memasuki alam keheningan, buat pikiranmu diam sejenak, biarkan dirimu berhubungan dengan suara di dalam hatimu. Berikutnya, kau harus berbuat baik kepada semua yang ada di dalam sekitarmu termasuk kepada pepohonan, bebatuan, langit, penghuni langiat, tetangga, leluhur dan semuanya.

Santri Gundul : Berat sekali...
Nelayan Tua : Ha Ha Ha... Begitu saja sudah berat kog yakin jadi pemilik surga.

Santri Gundul : Dalam hati aku mulai terenung akan hal yang telah terucap oleh nelayan tua tersebut.
Nelayan Tua : Ya Sudah, berhubung sudah larut kita kahiri jagongan ini, istirahat dulu, bukankah besok kau akan menyelam? Nanti kau akan tahu sendiri keindahan di dalam laut setelah kau menyelaminya sendiri bukan dari cerita-cerita.
Santri Gundul : Baik Pak... terima kasih sudah bersedia menemani dan mengantarkan saya menyelam besok pagi.

Pelajarilah secara bijak apa yang di katakan oleh Bapak Nelayan Tua tersebut dengan ilmu hati, jangan mencerna secara mendasar. Karena segala hal yang kita lihat di dunia ini hanyalah sebatas kiasan, maka maknailah dengan kadar yang baik supaya hasilnya juga baik.

***

No comments :

Post a Comment